Kamis, 27 Januari 2011

Pulau Sempu (part.1)


Jakarta - Jum’at, 14 Januari 2011
“Sorry., gue gak bisa ikut, gue harus ikut yusidium di kampus.”
“Gue juga gak bisa ikut, kalo gak ada temen cewe-nya. Lagipula gue belum ada duit....”
“ Ndi.., sorry gue gak bisa ikut besok, tiba-tiba aja senin-nya gue harus ada di kampus buat ngurus skripsi gue...”
Nada dering panggilan handphone...,
“Ndi.., maap gue gak bisa ikut. Tiba-tiba aja gue demam, udah dua hari ini.....bla..bla..bla..”
“Coy..sorry kayanya gue gak jadi ikut, tiba-tiba aja ada tamu kantor dan gue harus nemenin. Lagian cuaca di Malang juga lagi buruk bla..bla..bla..”
................................
Saya juga sempat menghawatirkan cuaca di Malang yang buruk dua hari belakangan ini. Tapi kata teman saya yang sempat menghubungi nelayan di Sempu, bahwa Pulau Sempu tetap dibuka dan juga sms teman saya di Surabaya yang isinya “Apapun yang terjadi, kita tetap meluncur ke Sempu” membuat saya kembali semangat. Kereta tidak akan pernah batal berangkat gara-gara menunggu penumpang bukan?? :Dari 7 orang yang akan ikut, 5 orang membatalkan diri dengan berbagai alasan. Tinggal saya berdua saja dengan teman dari Padang (kalo yang ini gue tau banget orangnya, dia tipe orang impulsif, dan gak mungkin pula dia membatalkan keberangkatan karena sudah pesen tiket  jauh2 hari Padang-Jakarta.) Yaa..setidaknya masih ada temen-temen dari Malang dan Surabaya, bukan cuma kita berdua.

Pukul 11.00 WIB saya berangkat sendiri dari kostn dengan membawa ransel gunung pinjaman temen. Kami janjian bertemu di stasiun Jatinegara. Tiba di stasiun Jatinegara dia masih belum dateng. Akhirnya sambil menunggu dia datang, saya duduk lesehan dekat loket penjual karcis. Diseberang loket terlihat seorang pemuda sedang antri membeli tiket sambil membawa ransel gunung sama seperti saya. Pemuda itu lalu menghampiri saya sekedar menyapa dan berjabat tangan.
“ Mau kemana mas?? ”
“ Ke Malang mas, mas sendiri mau kemana? “
“ Ooh..Saya mau ke Merbabu mas.., udah dulu ya mas kereta saya bentar lagi tiba”
Dia pun langsung masuk ke dalam peron. Saya merasakan kehangatan ramah tamah anak gunung, walaupun tidak saling kenal tapi mencoba untuk menyapa. Persis ketika kita bertemu pendaki lain ketika sedang naik. Tidak lama kemudian teman saya pun datang.

Matarmaja - Sabtu, 15 Januari 2011
“ Udah sampai mana mas?? “ bunyi sms pagi itu dari teman saya di Malang.
“ Udah di Stasiun Kota Lama Malang, bentar lagi juga sampai tapi aku mau bersih-bersih badan dulu.”
“ Okey.., bentar lagi aku ke stasiun, lagi nunggu temen dulu”
Setelah bersih-bersih dan sarapan pagi di stasiun kota baru Malang, akhirnya dateng juga teman-teman saya anak Malang. Bertiga, dua cewe dan satu cowo.
“ Lho.. kok cuma bertiga?? “
“ Lah..mas sendiri kok cuma berdua, katanya bertiga”
“ Iya.. terakhir temanku dari Bali batalin keberangkatan juga, tenang.. masih ada temenku dari Surabaya ”
Tidak lama kemudian dateng juga teman-teman dari Surabaya, cuma berdua juga.hahaaa... Setidaknya sekarang kami bertujuh dari rencana lima belas orang, masih ada setengahnya.
Pertama kali bertemu, (kecuali saya yang kenal sama semuanya) jarang ada yang berbicara, semua saling diam. Saya memakluminya karena baru pertama kali kenal, pertama kali trip dengan orang yang baru dikenal adalah hari pertamanya pasti lebih banyak diam. Dan sepanjang perjalanan kami pun lebih banyak diam.

tiba di Sendang Biru


Sendang Biru
Sampai di Sendang Biru pukul 3 sore, dari pantai Sendang Biru sudah terlihat Pulau Sempu di seberang. Tidak begitu jauh, dicapai dengan berenang mungkin bisa sampai. Kami segera menuju kantor Departemen Kehutanan, Resort Konservasi Wilayah Pulau Sempu. Kami dipersilahkan masuk oleh petugas sana. Di dalam kantor kami dijelaskan aturan-aturan mengenai Kawasan Cagar Alam Pulau Sempu. Sebagian sudah saya tau di internet, misalnya tentang sebenarnya tidak sembarang orang boleh masuk ke kawasan cagar alam Pulau Sempu. Harus ada Surat Ijin Masuk Kawasan Cagar Alam (SIMAKSI) yang dibuatnya di Surabaya atau Banyuwangi. Penjelasan petugas kehutanan ini lama-lama makin tidak jelas maksudnya apa, di satu sisi dia bilang cuaca buruk dan berbahaya untuk masuk ke Pulau Sempu, selain itu dia menanyakan surat SIMAKSI yang harusnya kami buat dulu untuk bisa masuk Cagar Alam Pulau Sempu. Tapi di sisi lain dia juga bilang sebenarnya dia bisa membuat kebijakan untuk para pengunjung yang ingin masuk ke Pulau Sempu. Teman-teman saya yang cowo satu-persatu sudah pindah duduk-duduk di luar karena bosen mendengar penjelasan petugas kehutanan ini yang muter-muter, sedangkan saya tetap di dalam menemani dua orang teman saya yang wanita ini.

“ Kami juga tidak akan memaksakan diri kok pak cuaca buruk gini, kalo sekiranya tidak sanggup sampai ke Danau Segara Anakan atau ada yang sakit di tengah jalan kita langsung balik lagi ke sini.” Akhirnya kata-kata pamungkas dari saya keluar juga buat mengakhiri penjelasan petugas kehutanan yang muter-muter tidak jelas dari tadi. Daripada daritadi kami hanya diam mendengarkan saja.

“Okey.. kalo begitu bla...blaa.blaaa..............”
Saya langsung keluar nyari udara segar dan tidak lama kemudian teman saya yang cewe keluar sambil membawa surat ijin buat masuk Pulau Sempu.

“Bayar berapa?” tanya saya.
“Tadi siih..aku kasih dua puluh ribu mas, tapi tadi dia mintanya tiga puluh ribu. Pas aku udah dapet surat ijin masuknya aku langsung tinggal pergi” jawab teman saya.
Hahahaa......... jawaban polos.

Pulau Sempu dari Sendang Biru
Sebelum masuk ke Pulau Sempu, kami sempatkan dulu untuk makan siang di warung makan di Sendang Biru dan mengisi dirigen-diregen kami dengan air bersih. Setelah makan dan mempersiapkan segalanya kami bergegas mencari perahu yang akan membawa kami menyebrang ke Pulau Sempu. Kami harus bergegas pergi karena jam udah menunjukan pukul 16.00 WIB, dan cuaca juga sudah mulai buruk, laut sudah mulai bergejolak dan hujan mulai turun. Dan yang paling penting batas waktu penyebrangan adalah pukul 17.00 WIB. Jadi apapun yang terjadi kami harus nyebrang dulu sebelum pukul lima sore.

Tiba di Teluk Semut terlihat rombongan yang baru keluar dari Pulau Sempu, pakaiannya belepotan dengan lumpur semua. Sepertinya malam ini hanya rombongan kami saja yang berada di Pulau ini dengan cuaca seperti ini. Karena perahu tidak bisa merapat ke tepian, terpaksa kami nyebur ke air dan membawa tas-tas gunung kami di atas kepala agar tidak basah. Tiba di daratan kami segera mengeluarkan jas hujan dan senter dan memang sepertinya kami akan kemalaman di jalan, sudah saya perhitungkan. Setelah semuanya siap dengan peralatannya masing-masing, kami pun berangkat dengan formasi, yang sudah pernah ke Sempu jalan di depan dan saya memilih menjadi sweper di belakang, mengawasi kelengkapan teman-teman saya jangan sampai ada yang ketinggalan jauh di belakang di dalam gelapnya hutan Pulau Sempu.
Treking pertama langsung lumpur, teman-teman yang asalnya memakai sendal dan sepatu gunung mulai mencopot alas kakinya, dan berjalan tanpa menggunakan alas kaki. Kebetulan saya memakai sepatu PDL ABRI jadi tidak begitu masalah dengan lumpur. Treking berlumpur gini sangat tidak menyenangkan, selain licin langkah kaki pun menjadi berat. Akibatnya kami pun berjalan dengan pelan dan hati-hati. Beberapa dari kami sempat terjatuh, dan kami pun mencoba berpegangan pada ranting-ranting di pinggir. Kadang-kadang kami jalan di pinggir menghindari lumpur, tapi percuma juga lama-lama karena hampir semua permukaan tanahnya seperti ini. Paling kami hanya menghindari lumpur yang tidak begitu dalam. Teman saya mengeluh, mending jalannya naik tapi kering kaya naik gunung daripada lumpur dan licin kaya begini, dan memang jalan ini lebih mirip sawah.hehee.....

Sudah satu jam perjalanan dan hari pun mulai gelap, dan yang lebih menyusahkan adalah jalan di jalan kaya begini gelap-gelap seperti ini. Cahaya senter tampaknya tidak cukup untuk menerangi jalan agar tidak jatuh. Akhirnya saya terpeleset juga karena jalannya licin, bahkan sepatu saya yang mirip sepatu boot pun sudah mulai kemasukan air karena tadi tidak sengaja masuk kubangan lumpur. Sempat bingung karena banyak jalan yang bercabang, tapi kami ikutin jalan yang banyak bekas langkah kaki dan sampah, sampai akhirnya jalannya buntu!


kondisi jalan Sempu di musim hujan
“Yakin ini jalannya??” tanya saya kepada teman saya yang pernah ke sini.
“ Yakin kok harusnya lurus, gak mungkin melipir ke sungai kecil tadi” jawab teman saya yang pernah ke sini.
“ Jalannya ketutup pohon tumbang ini.” Kata teman saya yang lain.
Saya melihat memang ada pohon besar yang tumbang dan tidak ada jejak kaki rombongan sebelumnya, sepertinya langsung buntu dan menghilang di sini. Hari sudah gelap dan hujan mulai turun kembali.
“ Ya udah tunggu sebentar, saya ke depan sendiri dulu nyari jalan” kata temen saya sambil menaruh tas gunungnya dan meminjam senter.
Tapi didepan dia tetap gak nemu jalan lagi, sepertinya jalan ini mentok di sini. Akhirnya sekarang yang pergi mencari jalan di depan dua orang, yang satu jalan agak ke kiri yang satu ke kanan. Setelah kembali teman saya bilang bahwa dia liat botol Aqua di sebelah kanan tapi gak ada jalan. Pohon ini bener-bener baru tumbang, tapi rombongan yang baru keluar tadi lewat mana? Masa gak lewat sini?? Hujan pun mulai turun, dan terpaksa kami membuka flysheet tenda yang besar buat berteduh dulu, dan yang paling apes di antara kami gak ada yang bawa tali rapia buat ngikat ini flysheet, jadinya ini flyheet berdiri asal-asalan sambil di pegangin.

Tenang..gak boleh panik. STOP (Sit, Thingking, Observation, Planning) kata-kata yang saya ingat waktu belajar navigasi dan rescue di Mapala kalau tersesat. Kami pun duduk berdekatan sambil menunggu hujan di bawah flysheet. Sebenarnya mau ngeluarin kompor bikin minuman hangat biar otak bisa berpikir jernih, tapi kompor saya taruh di bagian paling bawah carrier males buat bongkar-bongkar dan packing ulang lagi.hehee.. Akhirnya saya mencoba memancing obrolan dengan menyuruh mereka bercerita apa aja, untuk menghindari kemungkinan terburuk dan ada yang bengong. Tapi saya selalu kesulitan untuk meminta Arie anak Surabaya ini untuk bercerita karena dia pendiam dan jarang ngomong. Dari tadi kayanya kami tidak mendengar suaranya, malah kaya dia gak ada.hahahaaa.....
Lama-lama kami mulai kedinginan karena pakaian daritadi udah basah, dan gak ada tanda-tanda ujan mau berenti. Sebenarnya tanggung banget sih gak lanjutin jalan sekarang masih jam tujuh malam, tapi mau lanjut juga ke mana?? Kami gak nemu jalannya. Daritadi nyari malah mentok, daripada nyasar lebih jauh, lebih baik kita istirahat di sini saja dan lanjut cari jalan lagi pagi-pagi setelah udah terang, yang lain pun setuju sebelum badan makin dingin dan males gerak, kita harus bergerak bikin camp dulu.

Flying Camp ?? kenapa enggak :D
Flying Camp ini bukan yang pertama bagi saya, waktu diksar Mapala malah keseringan flying camp melulu. Pertama cari tanah agak lebar buat dirikan tenda atau flysheet. Tapi karena sebagian tanahnya basah dan lumpur buat buka tenda kapasitas 8 orang atau cuma pake flysheet sangat tidak memungkinkan, jadi keputusannya kita buka tenda kapasitas 4 orang dan bertujuh masuk semua ke tenda itu, yang penting masuk semua dulu dan badan hangat. Teman saya memperingatkan jangan membuat tenda di bawah pohon karena sekitar kita banyak pohon tumbang terkena angin, dan memang daritadi kedengeran ada suara dahan jatuh. Akhirnya tenda pun berdiri, satu persatu dari kami masuk ke dalem setelah membersihkan diri dengan pakaain dari sumbangan teman saya yang cewe untuk dijadikan elap. Didalam tenda kami cuma makan indomie kering dan kripik pisang, malam itu dihabiskan dengan bercerita sambil duduk bersempit-sempitan, jika terdengar angin besar kami pun terdiam dan teman saya menyenter ke arah luar  takut-takut ada dahan pohon yang jatuh menimpa tenda kami. Makin malam satu persatu suara menghilang, tampaknya beberapa di antara kami mulai tertidur dengan posisi duduk dan kaki menekuk. Tapi saya yakin tidak ada yang bener-bener tertidur pulas, karena tiap di panggil namanya masih saja ada yang menjawab. Menjelang subuh, kami benar-benar tidak kuat tidur dalam posisi duduk akhirnya satu persatu mulai mencari celah buat berbaring, tumpuk-tumpukan atau kepala tidur di kaki temen gak masalah.
 
tenda darurat kami
pagi hari
di dalam tenda


tidur sambil duduk

5 komentar:

  1. seruuu ihhh.... 0_0

    baca lanjutannya~~~

    BalasHapus
  2. jalannya mantabb ya, kur. hahaha...nice story ;)

    BalasHapus
  3. hahahaa..jalurnya kalo musim hujan manteb bener dah, udah kaya sawah :))

    BalasHapus
  4. hahaha jadi inget waktu saya ke sana dengan sembilan teman saya yg lain. Pas banget musim hujan di awal 2009 :)
    Menyenangkan...

    BalasHapus