Senin, 19 September 2011

Gunung Burangrang


Ketinggian : 2050 mdpl
Lokasi : Bandung
Lama pendakian : 3-4 jam



Cara menuju burangrang dari Jakarta
1) Dari jakarta (lebak bulus) naik bus jurusan Bandung/Tasik/Garut dan turun di jembatan Cimareme (setelah gerbang tol padalarang.) ongkos : Rp 26.000,00
2) Turun ke bawah (jalan raya cimareme), naik salah satu angkot yang ke arah kiri
• Angkot ijo-orange (padalarang-cimahi-st.hall/lw panjang)
• Angkot ijo-kuning-item (cililin-batu jajar-cimahi)
• Angkot orange (padalarang-cimahi) Turun di perempatan citeureup-kolonel masturi ;
ongkos Rp 2.000,00
3) Ganti angkot kuning jurusan Cimahi (atas)-cisarua-parongpong,
Via jalur legok haji : turun di SPN
Via jalur komando : turun di pertigaan komando ;
ongkos Rp 4.000,00
4) Dari pertigaan komando jalan kaki masuk ke dalam atau naik ojek. jalan kaki sekitar 30 menit dari gerbang yang bertuliskan “KOMANDO”,

Jumat, 22 April 2011

Suaka Margasatwa Muara Angke

Tidak banyak orang yang tahu bahwa ternyata di utara kota jakarta terdapat Suaka Margasatwa yang terletak di Muara Angke. Suaka Margasatwa Muara Angke adalah sebuah kawasan konservasi di wilayah hutan bakau (mangrove) di pesisir utara Jakarta. Suaka Margasatwa ini ternyata memegang peranan penting dalam pelestarian lingkungan. SMMA merupakan tempat tinggal aneka jenis burung dan berbagai satwa lain yang telah sulit ditemukan di wilayah Jakarta lainnya. Jakarta Green Monster mencatat seluruhnya ada 91 jenis burung, yakni 28 jenis burung air dan 63 jenis burung hutan, yang hidup di wilayah ini. Sekitar 17 jenis di antaranya adalah jenis burung yang dilindungi . Di samping jenis-jenis burung, di SMMA juga masih dijumpai kelompok-kelompok liar monyet kra atau juga biasa disebut monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Selain itu SMMA juga menjadi tempat hidup berbagai spesies reptilia seperti biawak air [wikipedia].

Kamis, 21 April 2011

Kelak, nak, kau musti jelajahi seisi negeri.

Di Aceh kau bisa menikmati tari seudati dan berteguk-teguk kopi. lalu pada sepanjang Bukit Barisan, banyak kau jumpai ngarai dan danau. Dan pantainya nak, ada satu yang tak pernah ayah lupa, adalah Tanjung Tinggi di pulau Belitung yang indahnya serupa lukisan.

Jika sampai ke tanah Jawa, singgahlah dulu ke pantai Bayah yang dipenuhi batu-batu alam nan elok. O ya nak, tak jauh dari situ, bisa pula kau jumpai saudara-saudara kita suku Baduy yang masih erat menjaga tradisi kakek moyang kita yang mulia.

Engkau telah berdiri di tatar Pasundan, nak. Bukalah mata, telinga dan hatimu, untuk menikmati bunyi angklung, degung, dan lekuk-liku suara penyanyinya yang memabukkan. Terus berjalan ke timur nak, maka akan kau jumpai borobudur, prambanan, suara gamelan dan sejumlah tari-tarian yang penuh kelembutan.

O ya, nak. Jangan lupa, mampirlah sebentar ke Kecamatan Sukolilo, di sana ada saudara-sadara kita warga Sedulur Sikep yang lebih dikenal sebagai “orang Samin”, mereka itulah nak yang pernah membuat malu hati ayah, lantaran mereka yang oleh negara “didakwa” tak punya agama, nyatanya lebih agamis dalam menjalani kehidupannya.

Rabu, 20 April 2011

Pernah bermimpi tentang sesuatu??


Pernah bermimpi tentang sesuatu??

Pernah bermimpi tentang suatu tempat yang ingin kamu datangi?? Dulu ketika masih sekolah saya pernah bermimpi ingin ke Ranukumbolo. Tidak ada tempat yang ingin saya datangi selain Ranukumbolo. Setahun mimpi itu lewat tidak terwujud. Dua tahun mimpi itu hanya mampir menjadi impian. Tiga tahun mimpi itu cuma hadir di dalam tidur. Tahun keempat saya bulatkan tekad untuk benar-benar ke sana, “Suatu saat saya pasti ke Ranukumbolo!!”, dan tujuh belas agustus tahun kemarin akhirnya mimpi itu menjadi kenyataan. Untuk pertama kalinya saya berhasil ke Ranukumbolo. “Jadi begini rupanya tempat yang selalu jadi mimpi saya ini”, dan kesempatan menginjakan kaki di tanah tertinggi pulau jawa menjadi hadiah yang tak terlupakan.

Dan tahun ini, mimpi saya menjadi lebih besar dari mimpi-mimpi sebelumnya. Saya ingin merasakan menginjakan kaki di puncak Rinjani, gunung berapi kedua tertinggi di Indonesia. Gak peduli bagaimana sulitnya mewujudkan mimpi saya itu. Saya mulai menyusun litenary dan budget ke sana, mulai mempelajari catatan perjalanan orang-orang yang pernah ke sana, mulai mengumpulkan teman dan menabung jauh-jauh hari sebelumnya.

Lo tau ndi., kalo gue udah taruh suatu tempat di pikiran gue, gue pasti bakal ke sana.

“Selama mimpi itu gratis, bermimpi saja yang banyak”

Saya sadar mimpi itu kadang sempat meredup dan hampir hilang, kadang-kadang saya capai untuk terus bermimpi. Tapi sahabat yang baik adalah yang selalu mengingatkan mimpi temannya ke puncak Rinjani.


Selasa, 19 April 2011

Perjalanan menuju Desa Baduy


 “ we entered as a stranger, we came out as a brother..”

Seperti hal-nya malam-malam sebelumnya, selalu susah memejamkan mata ketika paginya harus bangun dan melakukan perjalanan. Malam itu saya habiskan dengan ngobrol dengan teman chating saya, dan baru packing jam dua pagi. Masih ada waktu tiga jam lagi untuk tidur dan berangkat. “ayo... semangat nanti pagi bertemu teman-teman baru.” seseorang teman menyemangati saya.

Jum’at, pukul 05.30 WIB
Saya sudah terbangun, sholat subuh, mandi lalu kemudian menuju stasiun. Tujuan saya adalah stasiun Tanah Abang, dan kereta ekonomi AC yang menuju Tanah Abang berangkat pukul enam kurang sepuluh menit. Saya berangkat bersama dengan orang-orang kerja, beruntung kereta ke Tanah Abang tidak begitu penuh, mungkin karena masih terlalu pagi. Mmm... seandainya saja teman saya itu jadi ikut, setidaknya saya ada teman ngobrol sepanjang perjalanan ini. Tepat pukul tujuh kereta tiba di stasiun Tanah Abang, masih lama dari waktu ketemuan. Saya pun menuju ruang tunggu di dekat loket, dan mendengarkan musik dari MP3 saya.

Rabu, 02 Februari 2011

Kemping Ceria di Pulau Perak.



Ajakan trip ke sebuah pulau di ujung utara Kepulauan Seribu dari seorang teman sepertinya menarik. Apalagi belum begitu banyak catatan perjalanan ke pulau ini di internet, dan memang jarang orang yang mengenal Pulau ini sebagai tujuan wisata di Kepulauan Seribu.
 “Ayolaah..mumpung belum banyak orang yang kesana, dan belum begitu terkenal seperti tidung dan pramuka, saya berbaik hati rela kesana untuk kedua kalinya demi kalian” kata-kata itulah yang dipakai teman saya ini untuk membujuk saya, apalagi ditambah dengan rincian budget dan kegiatan yang saya lihat sebelumnya yang telah dibuat teman saya, cukup menarik dan tidak terlalu mahal.
Sehari sebelum keberangkatan kami pun mempersiapkan peralatan yang akan dipakai untuk kemping: tenda, flysheet,nesting, kompor, selebihnya adalah peralatan-peralatan pribadi dan logistik untuk 2 hari 1 malam.

Sempu Sebagai Cagar Alam



Sebenarnya ada keraguan ketika akan ke Pulau Sempu, dikarenakan himbauan dari teman saya tentang harusnya memakai Surat Ijin Memasuki Cagar Alam (SIMAKSI) yang bisa dibuat di kota Surabaya atau Banyuwangi.

“Ingat mas bro.., pecinta alam yang baik taat pada peraturan.” kata teman saya itu.
“ Kalo saya bisa mengurus dari Jakarta tanpa harus ke kota Surabaya atau Banyuwangi saya mau aja ngurusnya mas bro..” tapi persyaratan mengenai SIMAKSI yang hanya akan dikeluarkan untuk tujuan penelitian dan harus ada cap resmi dari organisasi Pecinta Alam tempat bernaung membuat saya melupakan jauh-jauh surat itu, saya bukan berasal dari organisasi pecinta alam manapun. Seberapa pentingnya sih surat SIMAKSI ini untuk kita dapat di izinkan masuk ke Kawasan Cagar Alam Pulau Sempu?? Saya mencoba mencari info di internet, bertanya kepada teman-teman yang pernah ke sana dan chating dengan teman-teman backpacker yang juga pernah ke sana. Rata-rata mereka tidak memakai SIMAKSI, cukup membayar kepada petugas kehutanannya.

Kamis, 27 Januari 2011

Pulau Sempu (part.2)


Pagi-pagi saya terbangun oleh suara di luar tenda, ternyata cewe-cewe sudah bangun dan lagi merapihkan carrier. Sorry kalo saya setengah sadar sempat hampir mengira suara-suara di luar itu adalah babi hutan.hahahaaa... saya keluar dan mulai memasak air untuk buat minuman dan membuat indomie, perut harus ke isi sebelum mulai jalan lagi. Pagi ini gantian saya sendirian yang mencari jalan. Setelah memakai sepatu PDL  andalan, saya pun menerobos rubuhan pohon tumbang, benar kata teman saya semalam memang enggak ada tanda-tanda bekas jalur, agak ke kanan saya juga menemukan botol aqua yang tadi malam dilihat teman saya. Seperti ada jalan setapak tapi lagi-lagi hilang. Saya coba berteriak memanggil teman-teman saya dan mereka menjawab, bagus berarti saya belum terlalu jauh berjalan. Saya coba jalan agak jauh ke depan sampai menemukan pohon tumbang besar selanjutnya, dan tetep tidak ada tanda bekas dilalui. Saya pun balik lagi ke tempat botol Aqua tadi, coba menerobos ke arah kiri ke rimbunan pohon tumbang lainnya dan BINGO..!! saya menemukan jalannya :D. Ternyata bukan terus lurus seperti kata teman saya, tapi berbelok ke kiri dan tempat kami mendirikan tenda tepat di belakang jalur. Tapi kok tadi malam gak keliatan ya??hahahaaa...... Saya pun langsung kembali ke tenda. Kata teman saya yaa.. mungkin kita disuruh istirahat dulu di sini gak maksain terus jalan. Kami pun bergegas packing dan melanjutkan perjalanan.


Dari tempat kami camp tadi ternyata sudah dekat dari pohon tumbang besar yang katanya menandakan bahwa sudah setengah perjalanan. Dari belakang mulai terdengar suara orang, tampaknya ada rombongan lain yang jalan. Dan dugaan kami benar di belakang memang suara orang dan jumlahnya 57 orang satu rombongan! Sepertinya mereka menyeberang tadi pagi. Jalur menjadi antri, kami lebih memilih beristirahat dulu membiarkan mereka lewat semua. Percuma juga buru-buru sampai ke Segara Anakan kalo nanti di sana kaya pasar. Beruntung mereka tidak menginap cuma singgah sebentar. Sepertinya mereka dari rombongan karang taruna yang sedang bertamasya, dari mulai anak kecil sampai orang tua ada. Dan mereka heran melihat kami membawa tas gunung dan berjalan lambat, jelas aja di tas saya aja ada tiga botol aqua besar ditambah dirigen air 5 liter. Dengan pertimbangan jangan sampai kekurangan air. "Safety first, comfort second".

Pulau Sempu (part.1)


Jakarta - Jum’at, 14 Januari 2011
“Sorry., gue gak bisa ikut, gue harus ikut yusidium di kampus.”
“Gue juga gak bisa ikut, kalo gak ada temen cewe-nya. Lagipula gue belum ada duit....”
“ Ndi.., sorry gue gak bisa ikut besok, tiba-tiba aja senin-nya gue harus ada di kampus buat ngurus skripsi gue...”
Nada dering panggilan handphone...,
“Ndi.., maap gue gak bisa ikut. Tiba-tiba aja gue demam, udah dua hari ini.....bla..bla..bla..”
“Coy..sorry kayanya gue gak jadi ikut, tiba-tiba aja ada tamu kantor dan gue harus nemenin. Lagian cuaca di Malang juga lagi buruk bla..bla..bla..”
................................
Saya juga sempat menghawatirkan cuaca di Malang yang buruk dua hari belakangan ini. Tapi kata teman saya yang sempat menghubungi nelayan di Sempu, bahwa Pulau Sempu tetap dibuka dan juga sms teman saya di Surabaya yang isinya “Apapun yang terjadi, kita tetap meluncur ke Sempu” membuat saya kembali semangat. Kereta tidak akan pernah batal berangkat gara-gara menunggu penumpang bukan?? :Dari 7 orang yang akan ikut, 5 orang membatalkan diri dengan berbagai alasan. Tinggal saya berdua saja dengan teman dari Padang (kalo yang ini gue tau banget orangnya, dia tipe orang impulsif, dan gak mungkin pula dia membatalkan keberangkatan karena sudah pesen tiket  jauh2 hari Padang-Jakarta.) Yaa..setidaknya masih ada temen-temen dari Malang dan Surabaya, bukan cuma kita berdua.

Pukul 11.00 WIB saya berangkat sendiri dari kostn dengan membawa ransel gunung pinjaman temen. Kami janjian bertemu di stasiun Jatinegara. Tiba di stasiun Jatinegara dia masih belum dateng. Akhirnya sambil menunggu dia datang, saya duduk lesehan dekat loket penjual karcis. Diseberang loket terlihat seorang pemuda sedang antri membeli tiket sambil membawa ransel gunung sama seperti saya. Pemuda itu lalu menghampiri saya sekedar menyapa dan berjabat tangan.
“ Mau kemana mas?? ”
“ Ke Malang mas, mas sendiri mau kemana? “
“ Ooh..Saya mau ke Merbabu mas.., udah dulu ya mas kereta saya bentar lagi tiba”
Dia pun langsung masuk ke dalam peron. Saya merasakan kehangatan ramah tamah anak gunung, walaupun tidak saling kenal tapi mencoba untuk menyapa. Persis ketika kita bertemu pendaki lain ketika sedang naik. Tidak lama kemudian teman saya pun datang.

Matarmaja - Sabtu, 15 Januari 2011
“ Udah sampai mana mas?? “ bunyi sms pagi itu dari teman saya di Malang.
“ Udah di Stasiun Kota Lama Malang, bentar lagi juga sampai tapi aku mau bersih-bersih badan dulu.”
“ Okey.., bentar lagi aku ke stasiun, lagi nunggu temen dulu”
Setelah bersih-bersih dan sarapan pagi di stasiun kota baru Malang, akhirnya dateng juga teman-teman saya anak Malang. Bertiga, dua cewe dan satu cowo.
“ Lho.. kok cuma bertiga?? “
“ Lah..mas sendiri kok cuma berdua, katanya bertiga”
“ Iya.. terakhir temanku dari Bali batalin keberangkatan juga, tenang.. masih ada temenku dari Surabaya ”
Tidak lama kemudian dateng juga teman-teman dari Surabaya, cuma berdua juga.hahaaa... Setidaknya sekarang kami bertujuh dari rencana lima belas orang, masih ada setengahnya.
Pertama kali bertemu, (kecuali saya yang kenal sama semuanya) jarang ada yang berbicara, semua saling diam. Saya memakluminya karena baru pertama kali kenal, pertama kali trip dengan orang yang baru dikenal adalah hari pertamanya pasti lebih banyak diam. Dan sepanjang perjalanan kami pun lebih banyak diam.

tiba di Sendang Biru

Minggu, 02 Januari 2011

Kenapa Harus Melumpuhkan Kaki..??


"Kami bayar mahal untuk sampai Indonesia, kami tidak ingin melewatkan sejengkal pun keindahan yang ada, maka kami berjalan kaki menyusuri jalanan".
"Kami dari pusat kota, lalu menuju puncak tertinggi dan kembali lagi ke kota lalu pulang dengan jalan kaki".
"Ini negeri indah, eksotis, masyarakat ramah dan kami tidak ingin melewatkan momment demi momment, sehingga membuat kenapa kami berjalan kaki".
"Lelah, sakit dan tidak enak, tetapi terbayar sudah dengan apa yang kami dapat dan tidak ada di negera kami".