Senin, 12 April 2010

Backpacker ke Gili Trawangan

Rabu, 3 Maret 2010

Siang itu pukul 13.20 WIB, kami berangkat dari Depok menuju terminal Kampung Melayu menggunakan Busway. Awalnya kami berniat berangkat dari Stasiun Senen, tapi karena sesampainya di terminal Kampung Melayu sudah jam 15.00 WIB lebih 15 menit, sedangkan kereta ekonomi KERTAJAYA ke Surabaya dari Stasiun Senen berangkat jam 15.30 WIB. Maka kami memutuskan untuk berangkat dari Stasiun Jatinegara, stasiun yang lebih dekat dari Kampung Melayu. Sesampai di Stasiun Jatinegara sekitar jam 15.30 WIB, dan tepat jam 15.57 WIB kereta KERTAJAYA dari Stasiun Senen tiba di Stasiun Jatinegara.



Diatas kereta sepanjang perjalanan banyak pedagang asongan yang hilir mudik dari gerbong ke gerbong, tidak hanya pedagang makanan dan minuman saja yg berada di atas kereta, tetapi juga di atas gerbong kami ada pertunjukan live music dangdut, lengkap dengan artis-artisnya dan saweran-sawerannya, makin ramai saja gerbong kami. Sesampainya di Stasiun Cirebon sekitar jam 19.30 WIB, kereta berhenti agak lama, sepertinya ada perbaikan. Saya turun untuk mencari makan, pikir saya lebih baik makan sekarang mumpung kereta berenti lama, sehabis itu bisa langsung tidur sampai Surabaya. Tapi ternyata suasana di atas kereta yang ramai penuh pedagang asongan yang hilir mudik membuat mata sulit terpejam, apalagi ditambah badan yang jadi pegal-pegal karena kereta benar-benar penuh, udah gitu di kereta KERTAJAYA ini banyak banget kecoanya lagi, kotor banget.Yaa..maklumlah, namanya juga naek kereta ekonomi, cuma bayar Rp 43.500 bisa nyampe Surabaya.hehe… :D

Baru saja mata terpejam, sudah terbangun lagi karena ada pemeriksaan karcis. Penumpang-penumpang di atas kereta yang kedapetan tidak beli karcis terpaksa harus ngeluarin uang Rp.5000 – Rp10.000 buat bayar denda. Uangnya masuk kemana, saya tidak tahu karena kayanya cuma bayar doank tanpa ada kertas sebagai bukti bayar denda. Tapi kalau tiap lewat beberapa stasiun ada pemeriksaan karcis, berarti penumpang yg tidak beli karcis bisa bayar lebih mahal dari harga tiket yang seharusnya dunk. Gimana caranya supaya tidak bayar yak?? Pura-pura jadi pedagang asongan aja, atau tidur-tiduran di kolong kursi juga tidak ketahuan kok.hehe.., Dan yang lebih menyebalkan kayanya petugas karcis ini berusaha nyari-nyari kesalahan penumpang biar bayar duit denda. penumpang yang membawa televisi di sebelah saya diminta membeli dua karcis karena hitungannya televisi dihitung penumpang juga,emang peraturannya seperti itu atau petugas karcisnya yang agak kreatif-kreatif dikit, saya tidak tahu. Bodo ahh..ngapain dipikirin.

Kamis, 4 Maret 2010

Jam 06.30 WIB kami sudah tiba di Stasiun Pasar Turi Surabaya. Badan udah lengket banget, saya memutuskan numpang mandi dulu di stasiun ini, mumpung toiletnya gratis.hehe.. Keluar dari stasiun sudah disambut oleh calo-calo dan tukang becak yang nanyain tujuan kami. Usahakan jangan terlihat bingung keluar dari stasiun (padahal saya juga tidak tahu mau ke mana,hehe..) bilang saja makasih, mau nyari makan dulu sambil jalan keluar,gak usah peduliin karena harga yang mereka tawarkan sangat mahal, gak cocok ma kantong backpacker seperti kita. Dari stasiun kami berbelok ke arah kanan sampai pertigaan. Di sana kami berhenti dulu di warung kopi, lumayan ngopi dulu sambil mencari-cari informasi angkot yang ke arah Stasiun Gubeng itu yang mana.

Tanpa ada salah satu dari kami yang bisa bahasa jawa, proses tanya jawab jadi membingungkan. Saya nanya pake bahasa Indonesia di jawab pake bahasa jawa. Setelah cukup lama menyimpulkan, akhirnya saya baru tahu kalo angkot di Surabaya di sebutnya “len”, dan jangan berharap nemu nomor angkutan kaya di Jakarta. Karena di Surabaya angkotnya pake abjad, contohnya kalo mau ke Stasiun Gubeng dari Stasiun Pasar Turi, dari pertigaan itu naek “len RT”, ongkosnya jauh-dekat Rp 3.000,-

Tiba di Stasiun Gubeng pukul 08.30 WIB, ternyata stasiun ini sangat bersih dan rapih, jauh sekali jika dibandingkan dengan stasiun-stasiun di Jakarta. Di dalam stasiun pun ada pertunjukan live music. Kami segera membeli tiket kereta api Mutiara Timur Pagi yg berangkat jam 09.00 WIB seharga Rp.60.000,-. Kereta ini masih cukup nyaman walaupun masih ada saja pedagang asongan yang hilir mudik, tetapi jika hanya berhenti di stasiun saja, selebihnya hanya petugas kereta api saja yang menawarkan makanan. Yang menyebalkan kereta ini jalanya sangat lambat, saya sampai bosan di dalam kereta.

Sesampainya di Stasiun Banyuwangi jam 17.00 WIB. Kami menuju ke arah keluar stasiun. Perkiraan saya di depan stasiun sudah banyak bus-bus yang akan menuju Denpasar, ternyata hanya ada satu bus yang di sewa PT KAI menuju Denpasar. Karena sudah malas jalan lagi menuju pelabuhan Gilimanuk (padahal jaraknya lumayan dekat), teman saya mencoba nego dengan petugas PT KAI. Akhirnya kami pun mendapatkan tiket naik bus dari Stasiun Banyuwangi sampai Terminal Ubung Denpasar dengan harga Rp.40.000,- (aslinya jika beli tiket dari PT KAI Rp 60.000,-).

Menyebrang dari pelabuhan Gilimanuk ke Ketapang ternyata lumayan sebentar, cuma sekitar 30 menit. Sesampainya di pelabuhan Ketapang ada pemeriksaan KTP, bagi yang tidak membawa KTP mungkin agak kesulitan untuk di izinkan masuk Bali. Apesnya teman saya ini lupa bawa KTP, tetapi untungnya dengan menunjukan KTM, akhirnya dia diperbolehkan masuk Bali (padahal udah bukan mahasiswa lagi cuma masih disimpen aja KTM-nya di dompet.hehe).

Tepat pukul 21.00 WITA bus tiba di Terminal Ubung Denpasar, lagi-lagi kami di sambut dengan gegap gempita oleh para calo-calo. Kali ini kami cukup bingung juga, tujuan kami ke Mataram tapi belum tahu naik apa, para calo menawarkan tiket ke mataram Rp 150.000,- kami bersikeras cuma mau beli Rp 50.000,- karena dari yang saya baca di internet, ongkos dari Denpasar ke Mataram kalo pergi secara ngeteng-ngeteng sekitar segitu, jika tidak kami mau nunggu pagi aja di terminal ini. Akhinya para calo nyerah, gak ada yang menawarkan lagi tiket-tiket, saya memutuskan mengajak teman saya cari tempat makan dulu sambil mikirin strategi gimana caranya pergi ke kota mataram malam ini juga.

Di seberang terminal ada Warung Makan Padang, teman saya yang orang padang mengajak saya ke sana, tapi saya menolaknya buat apa jauh-jauh ke Bali ujung-ujungnya makan di warung Padang juga, lagi pula takut mahal juga makan di warung padang. Tapi kali ini keputusan saya benar-benar salah, saya lupa kalo mayoritas masyarakat bali adalah beragama Hindu. Kami makan nasi goreng di pinggir jalan, cukup murah sih nasi goreng cuma Rp 5000, tapi kok pake daging yak?? Kami tidak mau berpikiran macam-macam dulu, karena perut sudah lapar minta di isi. Setelah habis makan, teman saya ini memberitahu kalo daging yang kita makan ini daging Babi. Sial….!perut pun mulai terasa panas, pantes kok dagingnya terasa beda yak lebih enak.wakakakakak…:D (setelah sampai di Jakarta baru saya tahu dari teman saya yang orang batak kalau efeknya seperti itu, itu berarti daging Anjing, bukan daging Babi)

Sempat ada orang bali yang menawarkan tumpangan ke pelabuhan padang bai dengan membayar Rp 70.000 , tapi saya menolaknya karena kita belum begitu kenal dan hari itu sudah tengah malam, dan demi menghindari hal-hal yang tidak di inginkan. Akhirnya kami berhasil nego dengan calo-calo di terminal ubung Rp 250.000 berdua untuk bus yang langsung menuju mataram. Padahal harga normalnya kata penumpang lain yang kami tanya di bus Rp 150.000 dan gak ada yang nawar lagi kaya kita. Cukup merogoh kocek kami agak dalam, saya menggerutu ini sih masih semi backpacker gak bener-bener ngegembel, tapi terpaksa karena hari sudah malam dan kami harus berangkat malam ini agar bisa nyampe di mataram pagi hari. Dibanding berangkat pagi hari dan nyampe mataram sore atau malam. Karena dari desas-desus yang kami dengar kota mataram masih agak rawan kalo malam hari (semua kota juga rawan kalo malam hari.hehehe..)

Jum’at 5 Maret 2010

Sesuai perkiraan kami tiba di Terminal Mandalika Mataram pukul 06.30 WITA, di sepanjang jalan saya melihat banyak mesjid, benar-benar berjulukan kota seribu mesjid. Turun dari bus langsung dikerubuti dan ditarik-tarik dengan agak kasar oleh tukang-tukang ojek yang lansung menanyakan tujuan. Kami sebutkan saja tujuan kita ke pelabuhan bangsal mau ke gili trawangan, akhirnya kami naik ojek juga yang mengantar kami ke persimpangan tempat mobil yang lewat pelabuhan bangsal biasa ngetem. Dari terminal Mandalika ke pelabuhan Bangsal lumayan jauh,sekitar 1 jam. Tapi di bayar lunas oleh pemandangan di sepanjang perjalanan yang naik turun bukit dan masuk hutan. Kadang-kadang di jalan berpapasan dengan kera-kera di daerah Pusuk.

Di depan Gerbang yang bertuliskan “Welcome to Bangsal” kami harus berjalan masuk lagi untuk benar-benar sampai di pelabuhannya, mungkin lebih tepat disebut dermaga kecil. Dan jangan mencoba-coba untuk berjalan kaki masuk ke dalam, karena lumayan jauh. Untuk masuk ke dalamnya, kami naik cidomo (kalo di Jakarta disebut delman), cukup membayar Rp 5.000,- tawar saja kalo harganya terlalu mahal. Di pelabuhan bangsal cukup ramai dengan orang-orang yang akan menuju Gili. Semua bercampur antara turis lokal, turis asing dan penduduk setempat. Setelah membeli karcis penyebrangan seharga Rp 10.000 per orang kami pun berangkat menuju gili trawangan. Lama perjalanan sekitar 30 menit walaupun sebenarnya terlihat dekat.

Gili Trawangan adalah pulau yang paling jauh sekaligus yang paling ramai dari ketiga gili yaitu Gili Air dan Gili Meno. Jangan beranggapan Gili Trawangan adalah pulau kecil yang sepi dan tertinggal, karena di sana cukup ramai dan sudah ada warnet,hotel dan dan café-café di pinggir pantai. Di Gili Trawangan pun ada banyak penyewaan alat snorkeling dan diving. Penginapan pun dimulai dari grade 100 ribu sampai jutaan. Yang menarik di gili trawangan ini tidak di perbolehkan ada kendaraan bermotor, yang ada hanya sepeda dan cidomo. Jadi udaranya benar-benar terjaga dan tidak ada suara bising. Selain itu jika dibandingkan perbandingan antara turis local dan turis mancanegara, ternyata masih banyakan turis mancanegara, jadilah seperti kita sedang berada di luar negeri dan kita turis asingnya.hehehe..



Budget kami dari Jakarta ke Gili Trawangan :

Kereta ekonomi Kertajaya = Rp 43.500
Angkot dari stasiun Pasar Turi ke Stasiun Gubeng = Rp 3.000
Kereta Bisnis Mutiara Timur = Rp 60.000
Bus AC dari banyuwangi ke Denpasar = Rp 40.000
Bus Denpasar – Mataram = Rp 125.000
Ojek ke persimpangan = Rp 5.000
Elf ke pelabuhan bangsal = Rp 10.000
Cidomo = Rp 5.000
Perahu kecil dari Bangsal ke Gili Trawangan = Rp 10.000
Penginapan 1 hari = Rp 100.000


14 komentar:

  1. Mantap BGT dah gan...

    kebetulan ane ada rencana ke Gili Trawanagan.

    BalasHapus
  2. wah..senangnya kalo misalnya blog ini bisa membantu dalam menentukan rencana perjalanan anda :D

    BalasHapus
  3. hahaaa... masa muda harus dinikmati dengan berpetualang :p

    BalasHapus
  4. makasi bro bermanfaat banget , ini rute pengen gue coba buat pulang ke bali heheh , soalnya gue penasaran naik kereta ekonomi , sipp thanks

    BalasHapus
  5. klo buat tenda di pantai nya boleh ga sih?

    BalasHapus
  6. buka tenda di pantai?? bisa kok, tapi harus ijin dulu ke petugas sana kayanya.

    BalasHapus
  7. saya backpack dari jkt-bali agak terlalu mahal, 290ribu dan sempat hampir tertipu. ketika disurabaya
    tpi mungkin, melihat budget yang ente keluarkan, bisa jadi pertimbangan buat ke bali dgn jalur backpack lg :D

    BalasHapus
  8. silahkan dipake rincian budget saya jika berguna :D

    BalasHapus
  9. sob... W dari aceh ne tujuan lombok...

    mhon info yg lebih rinci donk...

    slam knal sob.....

    BalasHapus
  10. sob, W dari aceh, tjuan ke lombok...

    tlong info yg lbih rinci ya....

    BalasHapus
  11. kalo terminal mandalika ithu di lombok tengah ya?? coz kita ada plan ke gili trawangan, tapi menurut infonya ga ada angkutan umum dari mataram ke bangsal.. thanks infonya..

    BalasHapus