Indonesia tampaknya perlu mencontoh negeri tetangganya Malaysia dalam mengelola sebuah
taman nasional. Gunung Kinabalu, gunung dengan ketinggian 4093 mdpl (cartenz
pyramid 4884 mdpl) adalah sebuah tantangan tersendiri jika melihat tolak
ukurnya adalah ketinggian. Tapi ternyata mendaki gunung kinabalu lebih dapat
dikatakan gampang-gampang susah jika dibandingkan dengan gunung-gunung di
Indonesia. Mudah dalam hal teknis pendakiannya, dan susah dalam hal mengurus
perizinannya.
Tanpa bermaksud mengecilkan
arti sebuah gunung saya akan menjelaskan mengenai teknis pendakiannya.
“di sini seorang pendaki
tidak perlu memikirkan urusan logistik, tidak perlu membawa tenda atau sleeping
bag, tidak bingung memutar-mutar kompas mencari rute pendakian, dan tidak perlu
mengkhawatirkan perut yang kelaparan. kenapa? Karena di kinabalu justru
pendaki dilarang untuk membawa tenda,kompor dan logistic. Pendaki hanya
diizinkan membawa jaket dan pakaian serta makanan kecil.” Bisa
dibayangkan kan berapa sampah dan kerusakan alam yang bisa direduksi dengan
aturan seperti ini.
Pendakian dimulai dari
ketinggian 1.866 mdpl dengan waktu tempuh normal selama 2 hari dan jarak 8,5
km. setiap pendaki wajib memakai tag (tanda pengenal) selama perjalanan dan
wajib didampingi oleh guide. Ada banyak pos/pondok yang akan dilewati sepanjang
perjalanan dan hampir semua pondok menyediakan penampungan air yang dapat
diminum serta WC. Semua pendaki diarahkan untuk menginap di Laban Rata (3272 m
dpl) karena tidak diperbolehkan mendirikan tenda di sepanjang perjalanan. Di
laban rata sendiri sudah tersedia kamar-kamar yang disewakan lengkap dengan
toilet duduknya serta restoran untuk memenuhi kebutuhan logistic para pendaki.
Jangan harap bisa melakukan pendakian malam hari karena setiap pendaki dicek
secara ketat tanda pengenalnya di setiap pos (di atas dan di bawah) dan harus
selalu didampingi guide (disini gak bakal ada cerita orang nyasar
di gunung)
ada dua jalur pendakian menuju
Low's Peak (puncak kinabalu), melalui rute normal (Trail Timpohon) dan melalui
rute panjat tebing (Mesilau). walaupun sekilas terlihat berbeda akan tetapi
pihak taman nasional menggaransi bahwa kedua rute ini sama-sama mudahnya dan
sama-sama amannya, walaupun dari segi harga jelas berbeda . rute panjat tebing
diciptakan untuk pendaki yang ingin merasakan mendaki tebing menuju puncak
walaupun dia sama sekali tidak punya skill mendaki. Oleh karena itulah dibuat
jalur "via ferrata" sama seperti yang ada di Pegunungan Alpen.
Pendaki tinggal menaiki tangga-tangga besi yang sudah disiapkan dan menggunakan
dua buah pengaman sekaligus harus didampingi oleh masing-masing satu orang
pemandu. dan pemandu-pemandu ini adalah khusus dan berpengalaman. diibaratkan
anak kecil pun dapat melalui rute ini.
gambar : via ferrata
Satu-satunya yang membikin
susah pendakian ini adalah, Malaysia menerapkan kuota yang terbatas untuk
setiap harinya. Kuota ini dibatasi dengan cara tidak memperbolehkan camping di
gunung ini. Satu-satunya cara untuk mendaki di gunung Kinabalu adalah dengan
memesan kamar di satu-satunya penginapan di atas, Laban Rata (komplek
penginapan dengan bangunan penginapan dalam satu manajemen).
sumber : hasil googling dari
berbagai sumber dan cerita pengalaman teman.
Nah..bagaimana jika sistem ini
diterapkan di taman nasional di Indonesia?? emang sih akan mengurangi seni
petualangannya, tapi cara ini lebih dapat mengurangi dampak kerusakan
lingkungan seperti yang sudah disebutkan di atas.Lalu apa bedanya mendaki
gunung dengan cara seperti ini dan paket tour wisata?? -salam kenal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar