Selasa, 08 Januari 2013

Membandingkan Pengelolaan Taman Nasional dari Negeri Seberang


Indonesia tampaknya perlu mencontoh negeri tetangganya Malaysia dalam mengelola sebuah taman nasional. Gunung Kinabalu, gunung dengan ketinggian 4093 mdpl (cartenz pyramid 4884 mdpl) adalah sebuah tantangan tersendiri jika melihat tolak ukurnya adalah ketinggian. Tapi ternyata mendaki gunung kinabalu lebih dapat dikatakan gampang-gampang susah jika dibandingkan dengan gunung-gunung di Indonesia. Mudah dalam hal teknis pendakiannya, dan susah dalam hal mengurus perizinannya.
 














Tanpa bermaksud mengecilkan arti sebuah gunung saya akan menjelaskan mengenai teknis pendakiannya.
“di sini seorang pendaki tidak perlu memikirkan urusan logistik, tidak perlu membawa tenda atau sleeping bag, tidak bingung memutar-mutar kompas mencari rute pendakian, dan tidak perlu mengkhawatirkan perut yang kelaparan. kenapa? Karena di kinabalu justru pendaki dilarang untuk membawa tenda,kompor dan logistic. Pendaki hanya diizinkan membawa jaket dan pakaian serta makanan kecil.” Bisa dibayangkan kan berapa sampah dan kerusakan alam yang bisa direduksi dengan aturan seperti ini.

Pendakian dimulai dari ketinggian 1.866 mdpl dengan waktu tempuh normal selama 2 hari dan jarak 8,5 km. setiap pendaki wajib memakai tag (tanda pengenal) selama perjalanan dan wajib didampingi oleh guide. Ada banyak pos/pondok yang akan dilewati sepanjang perjalanan dan hampir semua pondok menyediakan penampungan air yang dapat diminum serta WC. Semua pendaki diarahkan untuk menginap di Laban Rata (3272 m dpl) karena tidak diperbolehkan mendirikan tenda di sepanjang perjalanan. Di laban rata sendiri sudah tersedia kamar-kamar yang disewakan lengkap dengan toilet duduknya serta restoran untuk memenuhi kebutuhan logistic para pendaki. Jangan harap bisa melakukan pendakian malam hari karena setiap pendaki dicek secara ketat tanda pengenalnya di setiap pos (di atas dan di bawah) dan harus selalu didampingi guide (disini gak bakal ada cerita orang nyasar di gunung)

ada dua jalur pendakian menuju Low's Peak (puncak kinabalu), melalui rute normal (Trail Timpohon) dan melalui rute panjat tebing (Mesilau). walaupun sekilas terlihat berbeda akan tetapi pihak taman nasional menggaransi bahwa kedua rute ini sama-sama mudahnya dan sama-sama amannya, walaupun dari segi harga jelas berbeda . rute panjat tebing diciptakan untuk pendaki yang ingin merasakan mendaki tebing menuju puncak walaupun dia sama sekali tidak punya skill mendaki. Oleh karena itulah dibuat jalur "via ferrata" sama seperti yang ada di Pegunungan Alpen. Pendaki tinggal menaiki tangga-tangga besi yang sudah disiapkan dan menggunakan dua buah pengaman sekaligus harus didampingi oleh masing-masing satu orang pemandu. dan pemandu-pemandu ini adalah khusus dan berpengalaman. diibaratkan anak kecil pun dapat melalui rute ini.


















gambar : via ferrata

Satu-satunya yang membikin susah pendakian ini adalah,  Malaysia menerapkan kuota yang terbatas untuk setiap harinya. Kuota ini dibatasi dengan cara tidak memperbolehkan camping di gunung ini. Satu-satunya cara untuk mendaki di gunung Kinabalu adalah dengan memesan kamar di satu-satunya penginapan di atas, Laban Rata (komplek penginapan dengan bangunan penginapan dalam satu manajemen).

sumber : hasil googling dari berbagai sumber dan cerita pengalaman teman.

Nah..bagaimana jika sistem ini diterapkan di taman nasional di Indonesia?? emang sih akan mengurangi seni petualangannya, tapi cara ini lebih dapat mengurangi dampak kerusakan lingkungan seperti yang sudah disebutkan di atas.Lalu apa bedanya mendaki gunung dengan cara seperti ini dan paket tour wisata?? -salam kenal.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar